Kisah ini diceritakan langsung oleh ustad yusuf mansur pengasuh
pondok wisata hati ketika menghadiri suatu forum pengajian. Menurut
ustad yusuf mansyur banyak orang yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur.
Satu hari ustad yusuf mansur jalan melintas di satu daerah. Ia tertidur
di dalam mobil. Tiba-tiba saja ustad terbangun karena ingin buang air
kecil. Dilihatnya didepan ada sebuah pom bensin. Kemudian sang ustad
berpesan kepada sopirnya: “Nanti di depan ke kiri ya”…………..”Masih
banyak, Pak Ustadz”, jawab sopir karena mengira mau isi bensin.
Ustad yusuf mansur paham bahwa sopirnya mengira pengin beli bensin. Padahal bukan. Sang ustad pengin buang air kecil.
Begitu berhenti dan keluar dari mobil, tiba-tiba saja ada seorang
sekuriti mendatangi sang ustad dan menyapa, “PakUstadz!” . Dari jauh ia
melambai dan mendekati ustad yusuf mansur. Sang ustad menghentikan
langkah dan menunggu satpam tersebut.
“Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja…”. Begitu sapa satpam ini.
Ustad yusuf mansur hanya tersenyum. ”Ga ke-geeran, insya Allah, he he he” begitu gumamnya.
“Saya ke toilet dulu ya”, kata sang ustad karena sudah tidak tahan lagi.
“Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?”tanya satpam.
“Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?”, ustad yusuf mansyur menimpali.
“Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz”, sambung si satpam
Sejurus kemudian sang ustad sadar, ” Ini Allah pasti yang “berhentiin”
saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis.
Eh nemu pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali
saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali “target operasi”
dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya.
Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, “Ok, ntar habis dari toilet ya”.
Selesai dari toilet Ustad Yusuf Mansur menghampiri pak satpam yang sudah menunggu bebrapa saat.
“Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?”, tanya Sang Ustad membuka percakapan.
Kemudian sang ustad dan satpam tersebut mencari warung kopi, untuk
bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus
banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas
ngopi-ngopiringan.”Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?”
“Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya” .
“Wah, ustadz langsung nembak aja nih”.
Merasa agak nggak enak kepada sekuriti ini, sang ustad meminta maaf
umpama ada perkataannya yang salah. Kemudian ustad melanjutkan,”Tapi
umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau
mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu
saja………”Udah shalat ashar?”
“Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja”, jawab satpam
“Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?” lanjut sang ustad.
Sekuriti itu senyum aja. Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa
tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya
ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doang. Lagian, kalo
nganggap kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga
ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa
syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah
wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah
ibadah.
Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus
malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu, sementara
adzan mulai terdengar. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat
datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang
demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau
kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit
ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi
tuh sebutan-sebutan ibadah
“Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini”, sang ustad mengejar.
“Ya, kurang lebih dah” kelit si satpam.
Kemudian Sang ustad melanjutkan, ”Saya mengingat diri saya dulu yang
dikoreksi oleh seorang faqih, seorang ‘alim, bahwa shalat itu kudu tepat
waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki
bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah
shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan
shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan
mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya
merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan
mempertemukan dia dengan saya”.
“Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk
mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu
setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila
dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan
sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka
berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali
sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali
lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo
ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau
bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari
senang”.
Sang ustad melanjutkan perkataannya ,”Saudara-saudaraku Peserta
KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti
ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham.
Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya
saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan
bicara?”.
”Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat
shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih
seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang
buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit
usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain
tidak.”
”Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak
menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat,
dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan
yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah.
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks.
Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa
kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya
pembahasan yang demikian” lanjut sang ustad.
Kembali kepada si sekuriti tadi, sang ustad tanya, “Terus, mau berubah?”
“Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?” jawab si satpam dengan mantap.
“Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya” ustad menyela
“Ngebut gimana?” tanya satpam
Lalu ustad yusuf mansur menjelaskan:
“Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya.
Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah.
Jangan sampe keduluan Allah”.
Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby
di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama
Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini..
Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi
giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya
menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai
Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh,
giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak
segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal
sama Allah.
“Yang kedua,” saya teruskan. “Yang kedua, keluarin sedekahnya”.
Sekuriti itu tertawa. “Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja
nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka
lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan”.
“Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?”tanya ustad
“Satu koma tujuh, Pak ustadz”, jawab satpam.
“Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang
sering sebut orang kecil, itu udah gede”, komentar sang ustad.
“Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini
bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz” balik satpam seakan tidak mau
kalah.
Ustad yusuf mansur bertanya lagi:
“Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?”
“Kerjanya sih udah tujuh tahun. Tapi gede gaji bukan karena udah lama
kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz”, terang
satpam
“Koq bisa?” sang ustad penasaran.
“Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt” kata satpam.
“Terus, kenapa masih kurang?” lanjut sang ustad.
“Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak” satpam itu menjawab.
“Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga
ente kredit motor? Kan ga perlu?” ustad yusuf mansur mencoba meyakinkan
si satpam.
“Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz” jawab satpam.
“Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan
ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot” ustad mencoba
menyanggah pendapat si satpam.
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu.
Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia
nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air
dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
“Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?” tanya ustad
“Mau Ustadz. Saya benahin dah” jawab satpam
“Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal,
lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan
semuanya ngebenahin shalat” kata ustad.
“Siap ustadz”.
“Tapi sedekahnya tetap kudu loh”.
“Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada”.
“Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq”.
“Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya”.
Sekuriti ini berpikir, sang ustad kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi
ustad akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya
saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul.
Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain.
Ya lain soal itu mah.
Sebentar kemudian ustad yusuf mansur bilang sama ini sekuriti, “Kang,
kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya,
situ mau percaya?”. Si sekuriti mengangguk. “Ok, kalo sudah saya
tunjukkan, mau ngejalanin?” . Sekuriti ini ngangguk lagi. “Selama saya
bisa, saya akan jalanin,” katanya, manteb.
“Gajian bulan depan masih ada ga?”
“Masih. Kan belum bisa diambil?”
“Bisa. Dicoba dulu”.
“Entar bulan depan saya hidup pegimana?”
“Yakin ga sama Allah?”
“Yakin”.
“Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau”.
Sekuriti ini oleh ustad dibimbing untuk kasbon. Untuk sedekah.
Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran
sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin
mati-matian shalatnya. Termasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat
hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di
waktu senggang untuk baca al Qur’an. Perasaan udah lama banget dia emang
ga lari kepada Allah. Shalat Jum’at aja nunggu komat, sebab dia
sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang
sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian
tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi!
Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan
posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana.
Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang
penting kerja dan ada gajinya.
Bagi ustad sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan
itu keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga
apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal
apa? Asal kita barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang
ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri,
agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya
hidup kemakan dengan tingginya harga,. Ga kebagian.
Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat
apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol.
Satu koma tujuh. Semuanya.
“Mana bisa?” kata komandannya.
“Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani”.
Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya.
Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama
ownernya ini pom bensin.. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet
kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya
menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, “Buat sedekah katanya
Pak”, begitu kata komandannya.
Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab
cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah
pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya.
Termasuk dinanti oleh bos nya.
“Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya”, begitu lah
pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah
bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah.
Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul
shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah
sunnahnya. Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat
kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh
begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan
kerjaannya.. Malah tambah cerah muka nya.
Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan
dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan
kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal
dengan catatan dia berhasil dulu.
Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa,
saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan
tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan
nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah
bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini,
sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah
tidak akan mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari bos nya pernah berkata, “Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga
kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka
kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan
yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma”.
Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon.
Berhasil kah?
Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi,
tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual
motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.
Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.
“Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren”.
Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo
ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si
sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.
Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia
sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni
hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi keajaiban. Di
kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya
ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan
penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat.
Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya
komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi
begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih
tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan.
Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu
sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual!
Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin
satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual
motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta.
Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga
ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.
Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta
lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini,
ia aman. Ga perlu kasbon.
Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan
menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya
selama 1 bulan setengah ini.
Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti?
Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut
sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner
yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana. Masya Allah, masya
Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.
Saudara-saudaraku sekalian.. …………….
Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat
saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah,
Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia
hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya
mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit
mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia,
dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat
perubahan hidupnya…………………………Subhaanallaah, masya Allah.
Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar
sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya
kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak
suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang
sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada
rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi
manusia-manusia pembelajar.
Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada member ide konyol yang
saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa
sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana
pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja.
Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni
aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua
peserta catatan subuh saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami
keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan
sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja,
dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar
terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah
dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk
menjadi contoh.
Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini
mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja
kisah ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya
banyak, sudah, jangan. “Dan pada sebagian malam bertahajjudlah dengannya
sebagai tambahan bagimu.Mudah- mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat
yang terpuji”. (Al Isra’: 79)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar