Sekitar tahun 60an, ketika remaja, dengan penuh impian dan harapan,
Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke
jalanan Ibukota. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan
bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada
pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah
diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup
dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong
jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.
Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia
memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan
Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan
berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan
berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak.
Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit.
Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran
kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang
menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran
kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari
berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah
perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First
National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun
diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling
dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama
membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik
pekerjaan. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa
disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang
berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya
dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela.
Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah
pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya
mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat
bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan
dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah
bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi
sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit,
Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi
dokumen, yang kemudian dikenal dengan mesin photo copy. Ketika itu mesin
foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah
yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk
mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman
sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi
untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di
sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas
mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB
sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi
Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus
menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun
melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya.
Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang
staf tertegun.
“bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu.
“iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab.
“Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras.
#bersambung..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar