Sebuah cerita dari Tiongkok Di sebuah daerah tinggal seorang saudagar
kaya raya. Dia mempunyai seorang hamba yang sangat lugu – begitu lugu,
hingga orang-orang menyebutnya si bodoh.
Suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan
miskin untuk menagih hutang para penduduk di sana. “Hutang mereka sudah
jatuh tempo,” kata sang tuan.
“Baik, Tuan,” sahut si bodoh. “Tetapi nanti uangnya mau diapakan?”
“Belikan sesuatu yang aku belum punyai,” jawab sang tuan.
Maka pergilah si bodoh ke perkampungan yang dimaksud. Cukup kerepotan juga
si bodoh menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi receh uang hutang
dari para penduduk kampung. Para penduduk itu memang sangat miskin, dan pula
ketika itu tengah terjadi kemarau panjang.
Akhirnya si bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya. Dalam
perjalanan pulang ia teringat pesan tuannya, “Belikan sesuatu yang belum
aku miliki.”
“Apa, ya?” tanya si bodoh dalam hati.
“Tuanku sangat kaya, apa lagi yang belum dia punyai?”
Setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya. Dia
kembali ke perkampungan miskin tadi. Lalu dia bagikan lagi uang yang
sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk.
“Tuanku, memberikan uang ini kepada kalian,” katanya.
Para penduduk sangat gembira. Mereka memuji kemurahan hati sang tuan.
Ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala.
“Benar-benar bodoh,” omelnya.
Waktu berlalu. Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian
pemimpin karena pemberontakan membuat usaha sang tuan tidak semulus
dulu.
Belum lagi bencana banjir yang menghabiskan semua harta bendanya.
Pendek kata sang tuan jatuh bangkrut dan melarat. Dia terlunta
meninggalkan rumahnya. Hanya si bodoh yang ikut serta. Ketika tiba di
sebuah kampung, entah mengapa para penduduknya menyambut mereka dengan
riang dan hangat; mereka menyediakan tumpangan dan makanan buat sang
tuan.
“Siapakah para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?” tanya sang tuan.
“Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih hutang kepada para penduduk miskin kampung ini,” jawab si bodoh.
“Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang
belum tuan punyai. Ketika itu saya berpikir, tuan sudah memiliki segala
sesuatu. Satu-satunya hal yang belum tuanku punyai adalah cinta di hati
mereka. Maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan.
Sekarang tuan menuai cinta mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar